Jika ojek bisa punya aplikasi daring semacam Go-Jek, Grab, atau Uber, apakah angkot juga perlu aplikasi daring, sebut saja KotDar (Angkot Daring)?
Bulan lalu Pemerintah Kota Bukittinggi memutuskan menutup kantor operasional Gojek karena alasan regulasi. Alasan regulasi hanya tameng pemerintah menghadapi gejolak yang terjadi di kalangan sopir angkot. Senin, 11 September 2017 lalu, ratusan sopir angkot di Bukittinggi dan Agam melakukan demo di Balai Kota Bukittinggi. Inti dari orasinya adalah menolak kehadiran Go-Jek.
Sementara itu, Rabu, 20 September 2017, di ibukota Sumatera Barat sendiri, Padang, Pemerintah Provinsi juga akhirnya melegitimasi putusan Walikota Bukittinggi, Gubernur juga akhirnya memutuskan menutup kantor operasional Go-Jek yang sudah beroperasi sekian bulan. Meski Go-Jek Padang tetap melayani penumpang.
Tulisan ini nantinya tidak akan fokus kepada regulasi yang menjadi penyebab layanan transportasi daring ini dilarang hadir di Sumbar. Akan tetapi, saya akan sedikit berkhayal tentang kemungkinan aplikasi daring bagi angkot. Sesuai dengan bidang ilmu yang dimiliki, saya akan sedikit membahas beberapa fitur potensial untuk dimiliki aplikasi angkot daring.
Keseharian saya sendiri tak lepas dari angkot, karena sejak kecil sudah menjadi pelanggan angkot di sebuah kota di pedalaman Sumatera. Hingga menjadi mahasiswa saat ini, saya masih menjadi pengguna angkot meski tidak sesering dahulu lagi. Sebuah keuntungan karena saya hanya berada di kota kecil, meski wilayahnya luas, sehingga tidak pernah merasakan kemacetan. Sehingga saya dapat menikmati perjalanan yang saya lakukan bersama angkot.
Seiring perkembangan zaman, seolah semuanya bisa dibuat aplikasinya. Hal remeh seperti toko, konsultan, biro jodoh, kencan, transportasi, dan lainnya. Aplikasi daring-isasi itu semakin lama semakin banyak karena pemerintah sendiri melalui Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga mendorong hadirnya startup berbasis teknologi. Saya sendiri pernah mendapatkan undangan mengikuti salah satu kegiatan Bekraf yang tidak bisa saya hadiri karena kesibukan di kampus. Di sini saya pikir pemerintah juga menghadapi dilema, mendorongnya atau mematikannya.
Salah satu aplikasi daring yang populer saat ini adalah Go-Jek. Selain di bidang transportasi, Go-Jek juga menangani layanan kurir hingga bisa dihubungkan dengan Financial Technology karena sistem saldo yang mereka juga terapkan. Meski memang Go-Jek lebih populer karena penolakan yang digalang oleh sopir angkot dan tukang ojek konvensional.
Jika semua bisa dibuat aplikasinya, kenapa angkot juga tidak membuatnya?
Seumur hidup bersinggungan dengan angkot, membuat saya merasa bahwa fitur-fitur berikut bisa diaplikasikan nantinya di KotDar
Geographic Information System (GIS)
GIS adalah fitur standar yang memang saat ini dimiliki oleh aplikasi transportasi daring. Penerapan GIS ini bertujuan untuk memberi informasi posisi angkot. Aplikasi akan melakukan pengolahan data sehingga calon penumpang dapat mengetahui estimasi waktu yang dibutuhkan angkot untuk mencapai posisi penumpang menunggu.
Check-In dan Check-out
Angkot dipasang sensor yang menangkap sinyal dari aplikasi penumpang. Setiap penumpang akan otomatis dideteksi masuk dan keluar dari angkot. Dari sisi pengemudi, otomatis sopir angkot akan mengetahui siapa penumpangnya.
Argometer
Kelemahan angkot adalah tidak pastinya tarif yang harus dibayar penumpang. Kebanyakan angkot menerapkan “Jauh Dekat Harga Sama”. Dengan adanya argometer, layaknya taksi, penumpang membayar sesuai dengan jarak tempuh. Perhitungan uang yang harus dibayarkan penumpang bisa memanfaatkan fitur GIS yang sebelumnya dibahas.
Deposit dan Financial Technology
Penerapan deposit secara otomatis membuatnya terkait dengan Financial Technology. Hal ini terkait dengan pembayaran. Dengan adanya aplikasi daring, penumpang tidak perlu membawa uang tunai. Pembayaran ongkos angkot cukup dengan pemotongan saldo.
Rating Sopir dan Tip/Persenan
Dengan fitur ini tidak bisa meminimalkan “sopir tembak” yang kadang tidak punya SIM dan sopir yang ugal-ugalan. Melalui aplikasi, penumpang dapat mengetahui profil sopir angkot yang sedang dinaikinya. Rating akan menjadi salah satu bahan evaluasi bagi pengusaha angkutan terhadap kinerja sopir dan kepuasan penumpang. Jika penumpang puas, ia bisa memberi tip/persenan bagi sopir yang diambil dari saldo yang dimiliki penumpang.
Timeline
Layaknya media sosial Path, sesama penumpang dapat berteman. Penumpang bisa melihat temannya check-in di angkot. Melalui KotDar juga dapat dibagikan situasi yang dilihatnya di sepanjang jalan atau di dalam angkot. Ini membuat penumpang lainnya dapat mengetahui kondisi di jalan misalkan macet, kecelakaan, atau informasi lainnya.
Itulah beberapa fitur yang menurut saya bisa diaplikasikan di angkot daring. Jika terealisasi, mungkin masih akan ada pergolakan dari angkot konvensional, karena harus lebih disiplin. Tapi tidak ada salahnya dicoba.
Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Andalas angkatan 2013.