Seiring dengan berkembangnya Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK), manusia semakin dimudahkan dalam berbagai hal. Berinteraksi dengan orang yang jauh bukan lagi masalah. Semua dapat dilakukan menggunakan berbagai macam aplikasi sosial media. Mendapatkan informasi juga lebih mudah entah itu perihal politik, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya. Selain mendapatkan informasi, user juga difasilitasi untuk memberikan feedback berupa pernyataan suka/tidak suka terhadap suatu konten, informasi, dan berupa komentar. Pada kolom komentar inilah masyarakat dapat menuliskan pendapat dan aspirasinya terhadap pihak yang memberikan informasi.
Sayangnya, kolom komentar sering menjadi momok interaksi yang kurang baik. Hujatan, makian bahkan kata-kata yang tidak pantas acap kali kita dapati di komentar berbagai penyedia informasi ataupun akun pribadi seseorang. Dampaknya tentu akan memberikan reputasi dan pandangan buruk terhadap pribadi atau badan yang memberikan informasi. Di sisi pemberi informasi, hujatan dan sejenisnya pada kolom komentar dapat menyebabkan stress bahkan depresi.
Sebagaimana pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat dan pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Jadi, setiap orang berhak menyampaikan pendapatnya termasuk pada kolom komentar.
Lalu, apa yang salah jika memberikan komentar terhadap sesuatu yang dinilai buruk menurut kita? Hal ini dijawab pada pasal 28J ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
Di sekolah pada umumnya siswa diajari bagaimana cara menyampaikan pendapat yang baik, persetujuan, kritikan maupun penolakan. Hari ini yang perlu kita lakukan adalah merealisasikan hal tersebut. Ada etika untuk menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai menurut penilaian kita agar tidak menyakiti perasaan orang lain. Perlu diperhatikan juga bahwa kritikan tidak sama dengan hujatan. Kritikan berisi analisis dan evaluasi dengan tujuan memberikan pemahaman terhadap sesuatu agar menjadi perbaikan setelahnya sedangkan hujatan berisi hinaan atau celaan terhadap sesuatu. Berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik harusnya menjadi perhatian semua kalangan agar kata-kata kotor, ejekan, dan hinaan tidak menjadi hal lumrah di masyarakat dan ditiru oleh generasi berikutnya.
Kritik boleh, hujat jangan. Semua orang berhak untuk diperlakukan dengan baik seburuk apapun prilakunya karena memberikan keburukan terhadap keburukan tidak akan menjadikannya hal yang baik. Selain itu, berkomentar di media sosial juga dapat tersangkut UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) apabila sudah menyalahi yang diatur UU tersebut.
Bebas dan bertanggungjawab. Begitulah selayaknya prinsip masyarakat Indonesia. Tidak menyukai sesuatu pada media massa atau media sosial itu wajar saja. Namun, kita harus mempertimbangkan dampak yang dapat ditimbulkan oleh anggapan sekedar komentar dan berani mempertanggungjawabkannya.
Penulis : Rahima Tartila (Teknik Komputer 2018)
Editor : Egita Lorenza