Bersamaan dengan dilaksanakannya Kampanye Dialogis untuk Calon Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknologi Informasi (FTI), kedua Kandidat Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FTI juga melakukan Kampanye Dialogis dihari dan ditempat yang sama, koridor FTI, Jum’at (18/10).
Setelah kampanye bagian pertama berakhir, maka dilanjutkan dengan kampanye bagian kedua untuk kandidat ketua DPM. Sama halnya dengan kampanye bagian pertama, kedua kandidat menyampaikan orasi, visi-misi, tanya jawab dari Panelis dan warga FTI. Pertanyaan pertama dilontarkan oleh ketua DPM, Khairul Fikri. Fikri melontarkan 4 pertanyaan yaitu tentang cara kandidat DPM agar warga FTI mengetahui undang-undang dasar atau undang-undang negara bagian FTI Unand, seberapa pentingnya undang-undang, tanggapan aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat yang tak tersalurkan dan program unggulan yg diberikan kepada masyarakat. Kedua kandidat menjawab semua pertanyaan tersebut.
Fikri menanggapi jawaban dari kedua kandidat “Saya menanggapi jawaban dari Lutfi yang mengatakan bahwa undang-undang ada karena permasalahan. Undang-undang dibuat bukan hanya ada karena permasalahan namun diciptakan karena kebutuhan. Misal, ada BBMK berarti harus ada undang-undang tentang tata cara BBMK tersebut. Untuk keduanya, sebenarnya aspirasi yang saya minta bukan secara umum. Tetapi, bagaimana mendapat aspirasi dari masyarakat selain dari hari aspirasi sefakultas atau se-Unand karena aspirasi tersebut hanya berbasis satu hari . Pada tahun kemarin diluar hari aspirasi, aspirasi dari masyarakat FTI tidak ada. Oleh karena itu, diharapkan kepada kandidat terpilih nantinya dapat mengajak masayarakat untuk beraspirasi agar ada perkembangan atau perbaikan bagi FTI.”
Ada banyak sekali pertanyaan dan aspirasi yang dilontarkan oleh warga FTI, tentunya dengan sigap para kandidat menjawab dengan baik. Suasana sempat menegang ketika gubernur BEM menantang kandidat ketua DPM berani merevisi undang-undang perihal status kewaganegaraan FTI.
Lutfi sebagai calon nomor urut 1 mengatakan “Saya berani merevisi undang-undang jika memang tujuannya menjadi lebih baik. Saya rasa tidak masalah”. Faiz sebagai calon nomor urut 2 juga menanggapi “Kalau saya pribadi saya berani, tetapi saya tidak bisa asal merubahnya secara pribadi. Membuat undang-undang ada prosedurnya, kita musyawarah mufakat di parlemen,” Kelfin langsung menyanggah “Berarti kamu tidak berani. Walaupun rapat, yang ketuk palu kan kamu,” Faiz kembali menanggapi “Saya ketuk palu. Tetapi, kesepakatan bukan ditangan saya, kan membuat undang-undang bukan cuma ketuk palu Pak,” Kelfin kembali menyerang “Ah bilang saja kamu tidak berani,” “Berani. Saya berani. Mari ajukan rancangannya. Namun, disini kan berdasarkan kesepakatan, kita perlu pendapat orang-orang. Disepakati gak sama parlemennya, berhasil gak lewat uji publiknya, diskusinya tembus gak. Hak yang terkait juga bukan DPM saja, himpunan juga terkait. Kita harus mengumpulkan orang himpunan. Jika ingin merevisi undang-undang tersebut harus mengumpulkan dewan, warga FTI, dan ketua himpunan masing-masing jurusan untuk membahas perihal ini. Ini menyangkut FTI maka, semua warga FTI memiliki hak suara.” tutur Faiz.
Kedua kandidat juga menjelaskan bahwa aspirasi mahasiswa seharusnya disampaikan kepada DPM bukan kepada BEM saja. Oleh karena itu, diharapkan agar mahasiswa menyampaikan aspirasinya melalui DPM. Kedudukan DPM sebagai perwakilan mahasiswa juga menampung aspirasi mahasiswa. Aspirasi akan di proses dan diserahkan kepada BEM jika aspirasi tersebut menyangkut kesejahteraan mahasiswa.
Usai Kampanye Dialogis, akan dilanjutkan dengan Kampanye Monologis hingga tanggal 21 Oktober dan puncaknya pada 23 Oktober 2019 yaitu pencoblosan Kandidat. Harapannya semua mahasiswa FTI menggunakan hak suaranya untuk memilih karena kandidat terpilih nantinya yang akan memimpin FTI untuk periode satu tahun mendatang.
Penulis : Nur Afni Sari Nazara
Editor : Egita Lorenza K